Minggu, 05 Agustus 2012

Bina Insani



Tujuan
Terbinanya insan-insan HmI yang menjunjung tinggi nilai-nilai ke Islaman dan mengimplementasikanya dalam kehidupan sehari-hari


  Unsur
·       Calon Anggota Muda
·       Anggota muda
·       Anggota biasa
·       Pengurus komisariat
·       Pengurus Cabang
·       Pengelola training

Mekanisme

Ø Identifikasi
Ø Pengelompokkan
Ø Koordinasi
Ø Evaluasi Binaan



 Manajemen
  Kurikulum
-         Penyusunan jadwal pembinaan
-         Metode pembinaan
   Model pembinaan
-          
          Sarana dan prasarana


     Evaluasi
Ø Evaluasi Pembina

Ø Evaluasi Binaan

Ø Monitoring

Kata Pengantar


Seribu Gagasan Untuk Ummat

HMI adalah organisasi mahasiswa tertua dan terbesar saat ini di Indonesia. Terciptanya Insan akademis, Insan pencipta, Insan pengabdi yang bernafaskan Islam adalah karya sesungguhnya yang dipersembahakan organisasi ini bagi pembangunan Indonesia dan Islam. Maka gagasan untuk umat dalam buku ini adalah kumpulan gagasan para kadernya dalam mereformasikan sistem perkaderan HMI menuju tercapainya tujuan mulianya yaitu terbinanya insan yang akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur.

Cikal bakal buku ini bermula dari sebuah training formal di HMI, Yaitu Advance Training ataupun dikenal dengan Latihan Kader III (LK III). Training ini adalah training formal, paling puncak dari proses perkaderan HMI, dimana lulusan dari training ini diharapkan telah memiliki tingkat kepemimpinan yang cukup untuk mengabdi bagi Umat dan bangsa. Dalam pencarian bentuk untuk menjadikan training ini lebih bermanfaat bagi perkembangan organisasi dan umat, maka dicetuskanlah ide untuk merangkum berbagai gagasan yang dihasilkan dari training tersebut menjadi sebuah buku. Penerbitan Buku ini sendiri adalah tawaran gagasan untuk dicontoh bagi LK III berikutnya. Bahkan jika memungkinkan, penerbitan buku karya lulusan LK III ini dapat tersistem di lembaga HMI, seperti menjadikannya sebuah syarat kelulusan LK III. Sehingga karya-karya yang di hasilkan dalam training ini benar-benar dapat dirasakan oleh HMI, terbangun budaya Intelektual, generasi Insan Kamil dan hasilnya terekam dalam lembar sejarah peradaban.

Karya utama dari training LK III tersebut adalah rumusan konsep “Bina Insani”. Konsep ini adalah sebuah tawaran program yang terintegrasi di sistem perkaderan HMI dari tingkat akar rumput: Komisariat hingga tingkat nasional. Konsep ini berupaya memperkokoh budaya pengkajian Al-Quran dalam keseharian aktifitas kader. Tak hanya sebatas membaca bersama tapi menggodok, menganalisa dan mengkritisi isi Al-Quran. Sehingga HMI diharapkan dapat unggul dalam pemikiran-pemikiran ke-Islaman di Indonesia yang saat ini dirasa telah mulai terkikis dan mulai didominasi dengan ke-islaman yang bersifat fatalis dan simbolis saja. Tentu saja konsep Bina Insani didesain dalam rangka mengaktualisasikan Al-Quran dalam kehidupan bermasyarakat. Realitas banyaknya alumni yang terseret dalam kasus korupsi pasca reformasi, membuat HMI harus segera merefleksi diri, mengkoreksi dan segera membenahi perkaderan agar lebih tepat mencapai tujuan mulianya, kader yang di Ridhoi Allah SWT. Bina Insani adalah “obat penawar”nya.

Dalam perjalanan berikutnya, tindak lanjut training tersebut diwadahi dalam group diskusi di dunia maya yang mengambil tempat di facebook.com. Sebuah situs yang sedang popular ini dianggap jadi wadah efektif untuk tetap menghubungkan diri. Group ini diberi nama: LK III (advance Training) Badko HMI Sumut


Awalnya hanya tediri dari orang-orang yang terlibat di training ini, yaitu dari peserta, panitia, pengelola dan pematerinya. Namun kemudian banyak kader yang tertarik untuk ikut berdiskusi atau sekedar membaca perkembangan dalam group ini, meski tetap dalam persetujuan dan pengawasan moderator yaitu beberapa peserta lulusan training tersebut. Ketika ide untuk membukukan gagasan Bina Insani dilemparkan dalam forum diskusi Group, ternyata juga disambut hangat oleh kader-kader diluar peserta training tersebut. Maka dibukalah peluang bagi setiap kader yang ingin berpartisipasi untuk mencurahkan gagasan dalam sebuah buku kumpulan gagasan ini. Seribu gagasan untuk umat juga dapat dibaca dalam blog yang disediakan khusus untuk segala perkembangan  proyek penerbitan buku ini. Silahkan mengakses situs kami di : hijauhitammenulis.blogspot.com

Seribu gagasan yang tercuat dalam buku ini adalah harapan. Simbol batu pertama untuk bangunan budaya intelektual di HMI dalam dunia perbukuan. Harapan kami, buku ini  akan diikuti buku-buku penerus, hasil dari LK III seluruh Indonesia. Sehingga seribu gagasan ini genap seribu gagasan di seri buku selanjutnya, atau bahkan lebih berkembang menjadi jutaan. Namun yang lebih penting dari semua jumlah itu, adalah bagaimana organisasi, kader atau pun masyarakat luas yang membaca buku ini dapat mengambil manfaat dan menerapkan hal-hal yang baik dari gagasan kami ini.

Semoga Berlanjut

Semoga Bermanfaat. 

Minggu, 22 Juli 2012

Ebook

ISLAM

  1. Kebenaran yang Hilang, Sisi Kelam Praktek Politik dan Kekuasaan dalam Sejarah Kaum Muslim_Farag Fouda
  2. Pemetaan Islam Radikal di Indonesia dan Islam Fundamentalis di Indonesia_Al Chaidar
  3. Ummat Bergerak, Mobilisasi Damai Kaum Islamis di Indonesia, Malaysia, dan Turki_ Julie Chernov Hwang
  4. Rekonstruksi Paradigma Fikih Islam_Irwan Masduqi_2006
  5. Rekonstruksi Sejarah Al-Quran_Taufik Adnan Amal_2011
  6. Aliran Syiah di Nusantara_Prof. DR. H. Aboebakar Atjeh_Islamic Research Institute Jakarta_1977
  7. Konspirasi Intelijen dan Gerakan Islam Radikal_Umar Abduh_CeDSoS_2003
  8. Gerakan Kebebasan Sipil, Studi dan Advokasi Kritis atas Perda Syariah_Ihsan Ali fauzi dan Saiful Mujani_Freedom Institute_2009
  9. Kapan dan bagaimana Al-Quran Menjadi Kitab Suci_Luthfi Assyaukanie_draft_2006
  10. Beriman tanpa rasa takut_Irshad Manji_2008
  11. Aliran Syiah di Nusantara_Aboebakar Atjeh_1977
  12. Antara Dua Karang_M. Hatta_1945
  13. Pergolakan Pemikiran Islam_Catatan Harian Ahmad Wahib_edisi digital 2012
  14. Intelegensia Muslim dan Kuasa_Yudi Latif_2012
  15. Islamku Islam Anda Islam Kita_Abdurrahman Wahid_2011
  16. Membaca Nurcholis Majid_Budi Munawar Rachman_2011
  17. Gerakan Kebebasan Sipil, Studi dan Advokasi Kritis Perda Syariah_freedom institute_2009
  18. Aktivisme Islam, Pendekatan Teori Gerakan Sosial_Quintan Wiktorowicz_Yayasan abad demokrasi 
  19. Bencana Umat Islam di Indonesia 1980-2000_Team Peduli Tapol_1985
  20. Ensiklopedi Nurhilis Madjid_Budhy Munawar Rahmcan_Demokrasi Project_2012

SOSIAL POLITIK

  1. Membongkar Gurita Cikeas, dibalik Skandal Bank Century_George Junus Aditjondro_2009
  2. Utang Pemerintah Mencekik Rakyat_Awalil Rizki dan Nasyith Majidi_2008
  3. Aksi Massa Tan Malaka 1926_Econarch Institute_2000
  4. Masa lalu uang dan masa depan dunia_lucifer_2007
  5. Jaman Bergerak di Hindia Belanda_Edi Cahyono_2003
  6. Konsep Kesejarahan Kuntowijoyo_Azyumardy Azra_Ibda_Jurnal Studi Islam dan Budaya_vol 3 no.2 tahun 2005
  7. Jaman bergerak di Hindia Belanda_mosaik bacaan pergerakan tempoe doeloe_Editor: Edi Cahyono_Yayasan Pancur Siwah 2003
  8. Dibawah Lentera Merah_Soe Hok Gie
  9. The Clash of Civilization and new order of world_Samuel Huntington_1993
  10. Sejarah Tuhan_Karen Amstrong_Mizan_2002

PENDIDIKAN/TRAINING
  1. Pendidikan Populer (Membangun Kesadaran Kritis)_ Mansoer Fakih,Roem Topatimasang, Toto Rahardjo_ReaD Book_2000
  2. Totto Chan Gadis Cilik dibali Jendela_Tetsuko Kuroyanagi
  3. Berfikir kreatif_Artikel_Ratna Megawangi

NOVEL

Materi LK III

Ideologi & Stratak
  1. Strategic Planning
  2. Ideologi Politik Strategi dan Taktik
  3. Filosofi Advokasi
  4. Ideologi dan Islam_Nur Ahmad Fadhil Lubis_LK3 Sumut 2011
  5. Islam dan Percaturan Ideologi Dunia_Masri Sitanggang_Lk3 Sumut 2011
Orientasi
1. Orientasi LK III Sumut_2011

Minggu, 15 Juli 2012

SEJARAH KELAM SISTEM KHALIFAH.??


Oleh: M. Syawal

Salah satu argumentasi yang kerap dilontarkan untuk menolak sistem Khilafah adalah alasan sejarah. Sejarah Khilafah digambarkan sebagai fragmen kehidupan yang penuh darah, kekacauan dan konflik. Paling tidak ada tiga argumentasi sejarah yang dilontarkan: (1) Khalifah merupakan sistem otoriter dan diktator; (2) Pembunuhan yang tejadi dimasa Khulafuur-rosyidin; (3) Perlakuan terhadap non muslim dan wanita. Berdasarkan fakta sejarah ini kemudian disimpulkan bahwa sistem Khilafah adalah sistem yang tidak layak bagi manusia. Sistem ini pun dituduh sebagai sistem yang diktator, tidak memiliki mekanisme untuk mencegah penyimpangan dan kekacauan. Sistem inipun dituduh tidak memperhatikan non muslim dan merendahkan derajat wanita.  Secara mendasar ada beberapa kesalahan mendasar dari argumentasi diatas. Pertama, dalam menempatkan posisi sejarah Islam. Perlu kita ketahui bahwa kewajiban Khilafah bukanlah didasarkan kepada argumentasi sejarah. Artinya, sejarah bukanlah dalil untuk menerima atau menolak sistem Khilafah. Dalam Islam , yang menjadi dalil syara’ adalah al Qur’an , as Sunnah, Ijma’ Sahabat dan Qiyas. Karena itu  kewajiban Khilafah haruslah merujuk kepada empat dalil tersebut.  

Namun bukan berarti sejarah (tarikh) tidak ada artinya sama sekali. Sejarah sebagai peristiwa masa lampau bisa dijadikan pelajaran dan kajian tentang pelaksanaan dari hukum-hukum syara oleh manusia. Artinya, dari sejarah kita mengetahui apakah hukum syara tersebut dilaksanakan atau tidak, kita juga tahu bahwa apa akibat kalau hukum-hukum syara tersebut tidak dilaksanakan. Sebab bagaimanapun manusia sebagai pelaku hukum-hukum syara bukanlah ma’sum (yang tidak mungkin salah). Sebagai manusia bisa saja Khalifah melakukan kekeliruan dalam pengertian menyimpang dari batasan-batasan hukum syara’. Satu-satunya yang ma’sum yang tidak mungkin keliru adalah para nabi dan Rosululullah.  

Sebagai sistem yang dipraktekkan oleh manusia sistem Khilafah adalah sistem politik yang manusiawi. Karena itu dalam berbagai praktek dalam sistem Khilafah, bisa saja terjadi kekeliruan. Namun yang penting disini dicatat disini adalah kalau penyimpangan yang dilakukan oleh Khalifah atau pejabat negara, bukan berarti kemudian sistem Khilafahnya yang salah dan keliru. Tapi pelaksanaan dari orang-orangnya. Adalah tidak relevan menyalahkan sistem yang ideal dengan melihat kesalahan dari pelaku sistem yang ideal tersebut.

 Contoh sederhana adalah keliru menyimpulkan Islam kalau melihat prilaku orang-orang Islam saat ini. Di Indonesia misalnya, sebagai besar pelaku kriminal adalah orang Islam, banyak pelaku korupsi juga orang Islam, harus diakui banyak orang Islam yang tidak menjaga kebersihan dan lingkungannya. Namun, tentunya tidak disimpulkan- dengan hanya melihat kelakuan dari orang-orang Islam tersebut- bahwa Islam adalah agama yang menganjurkan pemeluknya melakukan kejahatan seperti itu.

 Untuk menilai Islam haruslah dilihat bagaimana sumber-sumber Islam dalam hal ini syariah Islam mengatur dan menjelaskan persoalan tersebut. Tidak ada satu dalilpun di dalam Al Quran dan Sunnah yang memerintahkan seperti itu. Justru sistem Islam melarang dan menghukum para pelaku kriminal dan korupsi. Islam juga mengajarkan pemeluknya untuk menjaga kebersihan lingkungan. Artinya, fakta-fakta yang salah tersebut justru diakibatkan karena pemeluk Islam meninggalkan ajaran Islam yakni syariah Islam tentang perkara tersebut. Bukan karena syariah Islam itu sendiri. Sama halnya dengan fakta-fakta buruk dalam sistem Khilafah, bukan disebabkan oleh sistem Khilafah itu sendiri. Tapi justru bentuk penyimpangn dari syariah Islam yang seharusnya diterapkan secara konsekuen dalam sistem Khilafah oleh rakyat dan penguasanya.

Sebagai contoh, ketika Muawiyah memaksa rakyat untuk membait anaknya Yazid sebagai Khalifah, merupakan bentuk penyimpangan dari syariah Islam. Sebab dalam Islam Khalifah adalah hasil pilihan rakyat dan kerelaan rakyat (ikhtiar wa ridho). Jadi yang menyimpang adalah tindakan Muawiyahnya bukan sistem Khilafahnya. Sehingga tiidak bisa kemudian dikatakan bahwa sistem Khilafah adalah sistem yang otoriter berdasarkan sejarah di era muawiyah ini.  

Kesalahan kedua adalah, terjebak pada generalisasi. Menyimpulkan sistem khilafah adalah sistem yang buruk hanya dengan mengungkap beberapa fakta sejarah adalah keliru. Beberapa fakta sejarah tentang sikap Khalifah tidaklah kemudian bisa mencerminkan keseluruhan dari sistem Khilafah tersebut. Apalagi yang dilakukan oleh Khalifah tersebut adalah bentuk penyimpangan dari sistem Khilafah yang ideal. Adalah keliru menggambarkan masa pemerintahan Bani Umayyah dengah hanya memfokuskan sejarah seorang Yazid. Atau  menggambarkan masa pemerintahan Bani Abbas hanya dengan mengambil sebagian peristiwa dan tingkah laku para Khalifahnya. Apalagi yang menjadi fakta sejarah itu adalah buku-buku sejarah yang dibuat oleh musuh-musuh Islam yang nyata kebenciannya terhadap Islam

Sama halnya kita adalah keliru menggambarkan pemerintahan Bani Abbas dengan membaca kitab Al Aghani yang dikarang untuk menceritakan tingkah laku para biduan, para pemabuk, penyair,dan sastrawan atau membaca buku-buku tasawuf yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Yang perlu diperhatikan cerita-cerita tentang para penguasa dan pejabatnya banyak ditulis oleh pihak-pihak yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sebagian besar mereka adalah pencela atau pemuja yang tidak bisa diterima periwayatannya.  

Sumber sejarah yang bisa diterima adalah yang bisa dipertanggungjawabkan periwayatnya sehingga sumber-sumbernya layak diterima. Persis sama dengan cara yang ditempuh dalam periwayatan hadits. Cara penulisan seperti ini (yang periwayatan yang bisa dipertanggungjawabkan) bisa dilihat dalam kitab tarikh Tabari dan Siroh Ibnu Hisyam.

Kesalahan ketiga adalah saat menjadikan sistem demokrasi sebagai standar untuk menilai baik dan buruknya Khalifah atau sistem Khilafah. Sistem Khilafah tidak bisa dinilai dari pradigma baik dan buruk menurut sistem demokrasi. Apalagi dengan asumsi kalau itu tidak sesuai dengan sistem demokrasi berarti sistem itu adalah diktator, otoriter dan jelek. Padahal sistem demokrasi sendiri adalah sistem yang buruk yang tidak layak dijadikan sebagai standar untuk menilai baik dan buruk bagi kaum muslim. Yang harus dijadikan standar , sekali lagi adalah syariah Islam.  Dengan asumsi kalau berbeda dengan demokrasi adalah diktator atau otoriter , maka banyak yang keliru menyimpulkan sistem khilafah itu adalah diktator dan otoriter. Padahal standar yang digunakan  ini jelas keliru.  Sebagai contoh, dalam sistem demokrasi  , sebuah sistem dikatakan baik kalau menganut asas trias politika. Berdasarkan asas ini, harus dipisahkan tiga fungsi dalam sistem politik (legislatif, yudikasi, dan eksekutif). Alasannya, kalau tiga fungsi ini tertumpu pada satu orang seperti dalam sistem Teokrasi di Eropa, penguasa itu akan cendrung menjadi diktator.  

Sementara dalam sistem Khilafah, Khalifah selain sebagai eksekutif (pelaksana pemerintahan), dia juga memiliki wewenang sebagai yudikatif untuk mengadili pelanggaran di tengah masyarakat. Jelas kalau berdasarkan cara pandang demokrasi ini, sistem Khilafah ini berarti otoriter atau diktator.  

Apalagi muncul kesalahan saat menganggap Khalifah juga memiliki fungsi legislasi seperti sistem teokrasi,  yang menganggap suara raja adalah suara Tuhan. Sehingga kata-kata raja adalah kebenaran itu sendiri. Karena itu raja tidak pernah salah. Kemudian disimpulkan sistem Khilafah  akan sama kondisinya dengan sistem teokrasi yang memunculkan penguasa yang diktator dan otoriter.

Menyamakan sistem Khilafah dengan teokrasi seperti ini adalah keliru. Sebab, kata-kata Khalifah bukanlah otomatis kata-kata Tuhan yang pasti benar. Khalifah dalam keputusan dan kebijakannya tetap harus merujuk kepada hukum syara’. Karena itu, Khalifah sangat mungkin salah dan menyimpang dari hukum syara. Untuk itu,  Islam mewajibkan untuk melakukan koreksi terhadap penguasa (muhasabah lil hukkam) yang menyimpang dari hukum syara’. Ada kewajiban koreksi ini jelas menunjukan bahwa Islam melihat kemungkinan bahwa Khalifah itu keliru. Kalau kata-kata Khalifah selalu benar, untuk apa Islam mewajibankan mengkoreksi penguasa yang menyimpang ?   

Kesalahan keempat  adalah saat menyimpulkan bahwa Khilafah tidak memiliki sistem tertentu dengan melihat terjadinya konflik, pembunuhan atau kekecauan di beberapa bagian dari sejarah Khilafah. Seperti terjadinya pembunuhan terhadap Khalifah. Kemudian dengan sederhana menyimpulkan karena ada pembunuhan terhadap kepala negara  berarti tidak ada mekanisme politik yang menjamin keamanan kepala negara dan masyarakatnya. Padahal seharusnya kita harus meneliti lebih mendalam apakah hal tersebut terjadi karena ketidakmampuan sistem idealnya atau karena penyimpangan dari sistem ideal tersebut. Apa yang terjadi dalam konflik-konflik berdarah dalam Islam, justru karena menyimpang dari sistem ideal Islam yakni syariah Islam, bukan karena akibat penerapan syariat Islam itu sendiri

Untuk menilai apakah tidak ada sistem untuk mencegah itu seharusnya yang dijadikan rujukan adalah sumber sistem itu, dalam hal ini adalah syariah Islam. Dalam hal ini syariah Islam jelas memiliki cara untuk mencegah  dan menangani konflik tersebut.  

Kalau semata-mata ada kekecauan dan pembunuhan, kenapa tidak dikatakan bahwa sistem demokrasi tidak memiliki sistem ? Padahal pembunuhan kepala negara, politikus, juga terjadi dalam sejarah sistem demokrasi seperti di Amerika Serikat dan Eropa . Sejarah negara-negara demokrasi, seperti halnya sejarah Khilafah Islam,  bukanlah tanpa konflik. AS yang sering diklaim sebagai kampiun demokrasi pernah mengalami perang saudara yang berdarah-darah. Kalau pembunuhan terhadap Khalifah sebagai kepala negara menjadi soroton ,apakah AS sepi dari hal itu ? Bagaimana dengan pembunuhan terhadap Kennedy, percobaan pembunuhan terhadap Reagen dan pemimpin-pemimpin politik AS lainnya.   

Revolusi Perancis sebagai peristiwa penting demokrasi juga penuh darah. Runtuhnya negara komunis yang kemudian berubah menjadi negara demokrasi, penuh dengan pertumpahan darah dan konflik  seperti yang terjadi di  Balkan saat ini.
sala satu khlifah Islam